Senin, 16 September 2013

Akibat terlalu sering menyalahkan anak

Cerita ini saya dapatkan sewaktu mengikuti pelatihan Amazing Communication bersama Bunda Rani Razak Noe'man.  Ada seorang anak yang kita sebut saja namanya Adi.  Adi ini berumur 5 tahun.  Di keluarganya, Adi ini sudah diberi label trouble maker.  Jadi setiap ada kejadian yang tidak menyenangkan seperti adiknya menangis, piring pecah, barang hilang...selalu Adi yang disalahkan.  Adi sangat kesal dengan perlakuan seluruh keluarganya, terutama pada kakaknya yang sebenarnya sering berulah juga.  Adi merasa tidak dipercaya di rumahnya, dan hal ini mengakibatkan turunnya rasa percaya diri Adi.
Suatu ketika di daerahnya terjadi gempa bumi.  Semua anggota keluarga Adi berlarian ke luar rumah untuk menyelamatkan diri, kecuali Adi.  Adi malah bersembunyi di kamarnya.  Meskipun ketakutan, Adi tidak berani keluar kamar.  Di luar, orang tua Adi, kakak dan adiknya menyadari kalau Adi tidak ikut ke luar untuk menyelamatkan diri.  Setelah gempa reda mereka langsung masuk ke rumah dan memanggil-manggil Adi.  Adi tidak menyahut karena takut dimarahi.  Saat ibu dan ayahnya masuk untuk menemui Adi, dengan nada ketakutan Adi berbicara " Ayah, Ibu.... tadi bukan Adi yang melakukannya."  Ayah dan Ibunya terhenyak, kaget, mereka baru menyadari....ini merupakan akibat dari terlalu seringnya mereka menyalahkan Adi.  Ayah dan ibu Adi langsung memeluk Adi sambil minta maaf, "Adi...maafkan ayah dan ibu karena selalu menyalahkan Adi.  Tadi itu gempa bumi nak, jelas jelas bukan salah Adi.  Ayah dan ibu janji untuk tidak selalu menyalahkan Adi juka terjadi sesuatu."
Ternyata....menyalahkan orang lain tanpa memikirkan perasaan orang tersebut bisa membuat trauma mendalam.  Apalagi jika dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya, yang jelas-jelas membutuhkan kasih sayang dan perlindungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar