Rabu, 25 Maret 2009

Antara Aritmetika dan Matematika

Kemarin saya mewakili Funmath diundang Mizan untuk menghadiri presentasi mengenai metode Jarimatika. Saya dan Bu Fath sebenarnya sudah sama-sama setuju bahwa metode sempoa dan jarimatika kurang pas untuk diperkenalkan pada anak-anak. Mengapa sampai sekarang masih banyak yang menggunakannya? Kerena unsur bisnis lebih dikedepankan daripada proses pembentukan karakter anak dan pengasahan logika anak.
Pada awalnya, pemberi materi menyampaikan bahwa usia anak TK B sampai kelas 3 SD tidak bisa menerima sesuatu yang abstrak, sehingga dalam penyebutan tangan kanan dan kiri diganti dengan tangan bergelang merah dan tangan bergelang kuning. Setelah itu didemokanlah cara menghitung cepat dengan jari. Berlawanan dengan konsep anak harus konkrit tadi, ketika sampai pada angka 5, dilambangkan dengan membuka jari jempol. Bingung kan? Itu kan jumlahnya satu... Putra Bu Fath, Al (7 th) berkomentar,"Aneh ya bu itu kan jumlahnya satu".
Ketika mendemonstrasikan perkalian dan pembagian, menurut kami bukan kemudahan yang didapatkan, tetapi kebingungan. Ketika Pemateri menanyakan hasil perkalian 6 digit dikalikan 4 digit, Bu Fath berkomentar, "Mengapa tidak menggunakan kalkulator saja?"
Pada sesi tanya jawab, saya mencoba bertanya apa manfaat metode ini pada anak dan pendapat pemateri tentang pernyataan seorang guru besar matematika yang menyatakan bahwa cara menghitung cepat yang instan ini hanya membebani otak anak dan tidak mengasah logika berpikir anak. Pemateri hanya menjawab bahwa metode ini bertujuan untuk menyiapkan mental anak dalam berhitung dan memang tidak melatih logika anak karena logika anak adanya dalam matematika. Jadi menurut beliau, aritmetika bukanlah matematika dan dalam pengajaran metode ini hanya mengajarkan operasional tambah, kurang, bagi dan kali.
Wah, semakin tidak jelas nih, mau dijadikan apa anak-anak kita kelak? Apakah mau menggantikan fungsi kalkulator? Padahal matematika itu kan mengasah logika berpikir anak dan sangat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, jika kita diberi soal 1+2+3+4+....+99, apakah kita akan menghitung dengan metode jarimatika? Akan sangat memakan waktu. Tetapi jika kita berpikir menggunakan logika, kita dapat membuat rumus dari pola tersebut dan dengan mudah mengetahui hasilnya.
Sebenarnya banyak dampak negatif dari metode berhitung cepat seperti sempoa dan jarimatika ini... salah satunya adalah siswa menjadi tidak menghargai guru. Mereka cenderung sombong dan menganggap rendah guru ketika guru menjelaskan proses operasional berhitung. Mereka menganggap diri mereka paling hebat dalam berhitung dan tidak mau mendengarkan apa yang disampaikan gurunya.
Di sisi lain, metode ini sangat laku dikalangan orang tua yang senang dengan sesuatu yang berbau instan. Mereka sangat bangga bisa memamerkan kemampuan anak dalam berhitung cepat tanpa mengetahui dampak negatif dari metode ini. Mereka pikir jika anak bisa berhitung cepat, mereka akan menjadi pintar dalam matematika. Kebanyakan orang tua mulai sadar bahwa metode ini kurang berguna setelah anak-anaknya duduk di kelas 4 SD, dimana dalam pelajaran matematika mulai banyak digunakan logika berpikir. Seperti pengalaman Bu Fath yang beberapa kali didatangi orang tua yang kecewa dengan metode ini. Mereka mengatakan bahwa anak mereka nilai matematikanya tidak baik dan tidak bisa berpikir analitis....
Sebuah pelajaran bagi orang tua dan praktisi pendidikan lainnya. Bijaklah dalam memilih kegiatan bagi anak-anaknya... banyaklah belajar dan membaca....jadilah orang tua dan pendidik yang profesional!!! Masa depan negri ini ada di tangan anak-anak kita!!!